Kelima: Mengajarkan istri masalah agama
Dalam tahapan suami dituntut untuk mengajarkan istri masalah agama, tidak hanya memberi nafkah, pakaian, tempat tinggal atau keenangan dunia saja. Seperti bagaimana suami mengajak untuk menjaga dan menutup aurat dengan mengenakan pakaian muslimah (berjilbab), mengajak sholat fardhu, tilah Al-quran dan ibadah lainnya yang bisa mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala
Alloh ta'ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka” (QS. At Tahrim: 6).
Keenam: Mengajak istri dan anak untuk rajin beribadah
Selain mendidik istri dan anak dalam masalah diin (agama), suami pun berusaha untuk mengajak keluarganya untuk memperhatikan ibadahnya. Terutama sekali hal yang wajib. Didiklah istri dan anak untuk menjaga shalat lima waktu. Didiklah mereka memperhatikan pula amalan wajib lainnya dan sempurnakanlah amalan tersebut dengan amalan sunnah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِينَ
“Perhatikanlah anak-anak kalian untuk melaksanakan shalat ketika mereka berumur 7 tahun. Jika mereka telah berumur 10 tahun, namun mereka enggan, pukullah mereka.” (HR. Abu Daud no. 495. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shahih sebagaimana dalam Irwaul Gholil 298).
Selain itu dalam hadis lainnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
رَحِمَ اللهُ رَجُلاً قَامَ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّى وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ فَصَلَّتْ، فَإِنْ أَبَتْ نَضَحَ فِي وَجْهِهَا الْمَاءَ، وَرَحِمَ اللهُ امْرَأَةً قَامَتْ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّتْ وَأَيْقَظَتْ زَوْجَهَا فَصَلَّى فَإِنْ أَبَى نَضَحَتْ فِي وَجْهِهِ الْمَاءَ
“Semoga Allah merahmati seorang lelaki yang bangun di waktu malam lalu mengerjakan shalat dan ia membangunkan istrinya lalu si istri mengerjakan shalat. Bila istrinya enggan untuk bangun, ia percikkan air di wajah istrinya. Semoga Allah merahmati seorang wanita yang bangun di waktu malam lalu mengerjakan shalat dan ia membangunkan suami lalu si suami mengerjakan shalat. Bila suaminya enggan untuk bangun, ia percikkan air di wajah suaminya.” (HR. Abu Daud no. 1450, An Nasai no. 1610, dan Ahmad 2: 250. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits hasan sebagaimana dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib 625).
Masih berlanjut pembahasan kewajiban suami pada kesempatan lainnya, moga Allah memberi kemudahan demi kemudahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar